Posting Lama Beranda. Ah, aku jadi merutuk pada libido masa-masa remajaku yang tak terkendali. Pria ini menatapku lekat, menghentikan sejenak kegiatan mesumnya pada buah dadaku. Om Bondan tampak berpikir sejenak, lalu senyum-senyum sendiri. Misal, ukuran bra-nya 40D, kalian kira itu gede ya? Maka, jadilah aku tinggal dirumah Om Bondan, adik Ayah. Om Bondan benar-benar pintar membuatku menikmati anal intercourse ini tanpa harus merasa kesakitan. Aku keasyikan bercerita tentang awal mula skandalku dengannya, dan Om Bondan dengan setia mendengarkan.

Itulah hal terakhir yang kuingat, karena setelah itu aku tak sadarkan diri. Tapi rasanya, aku merasa bahwa tangannya yang memelukku mendarat di payudaraku. Dalam keadaan setengah sadar, aku berusaha mengenali siapa yang mengantarku dari gerbang sampai pintu rumah. Seiring dengan jari-jari tangan satunya yang terus menggosok klitoris, aku menggelinjang. Yep, dua orang. Teman ada disana-sini, kenalan sama cowok ini-itu, jalan sama si ini, besoknya sama si anu. Pria ini menatapku lekat, menghentikan sejenak kegiatan mesumnya pada buah dadaku. Om Bondan tersenyum licik, lalu tetap menggenjot kemaluanku dengan tempo acak sambil kedua tangannya meremasi kedua buah dadaku. Ini terlihat ada sebuah bagian yang terdapat potongan halus terletak antara leher dengan beberapa anggota tubuh lainnya.

Ada Tante Indy, sosialita merangkap pengusaha barang bermerk dan perhiasan yang punya body aduhai meski umur menginjak kepala empat; Si sulung Nathan yang urakan namun cerdas, yang kuliah di Oxford dan sedang berlibur dirumahnya sendiri; adik perempuannya, Dinda, yang selalu tenggelam dalam buku-buku dan selalu kikuk; lalu Cecil, cowok paling kecil yang manja dan manis. Seharusnya kalian rubah aku jadi seorang frigid saja. Om Bondan, kali ini memakai piyama. Sementara Om Bondan melesakkan penisnya dalam-dalam ke pantatku, dan dapat kurasakan penisnya mengejang beberapa kali sambil memuntahkan spermanya mengisi lubangku. Eits, aku ga gendut loh, apalagi montok. Jadi gini, waktu itu kan kamu lagi mabuk parah, tiduran di sofa. Om Bondan memelukku dengan erat, yang kubalas dengan pelukan juga. Bersamaan dengan mulut Om Bondan yang menghisap klitorisku, dan jarinya yang terus mengorek g-spotku, aku squirt!

Kalo aku? Tiba di kamar, aku langsung merebahkan diri di ranjang. Kasihan, mestinya dia bisa kuliah atau semacamnya Tapi anehnya aku tidak terlalu marah atau sedih. Oh no!

Tentu, dengan mengurangi beberapa bagian untuk kusimpan sendiri. Oke, coba kita pikir baik-baik. Dilanjut dengan second shot, then third shot Terus, Om mikir kalo pembantu ngeliat ga enak, makanya Om bawa ke kamar Om.

• Om Bondan maaaah!
• Masa sekarang ga boleh?
• Wait, aku meraba selangkangan dan pantatku
• Om Bondan mengangguk.
• Pulang sore, katanya.
• Pada foto pertama Kirana Larasati tampak difoto dengan kondisi telentang di atas tempat tidur, ia hanya memakai pakaian dalam dalam foto tersebut.
• Aku sampai berpikir kalau aku salah alamat.

Aku sih pake bra di size 36D. Nah, selesai sudah perkenalannya. Aku langsung menggelinjang nikmat, karena ujung jarinya selalu menyentuh titik-titik sensitif dinding kemaluanku. Kuingat-ingat, apa dia Om Bondan yang dulu sering mampir kerumahku ketika aku masih kecil?

Maka, setelah melalui proses pemikiran yang lama dan rumit, aku sampai pada sebuah kesimpulan, dengan mempertimbangkan beberapa faktor: Pertama, aku bukan perawan, jadi ini bukan masalah besar. Kalau aku bicarakan ini ke Om Bondan secara baik-baik, itu juga sulit. Tapi lama kelamaan prinsipku jebol juga oleh se-sloki liquor. Masa sekarang ga boleh? Dan namanya, pfft, apa-apaan itu, Cecil?